ANALISIS FILM TAARE ZAMEN PAAR DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DAN SEMIOTIKA


Nama: Nisa Fauztina
NIM: FiC018060
Mata Kuliah: Filmologi


Film merupakan produk komunikasi yang berkembang pesat sebagai jawaban dari kebutuhan manusia akan hiburan. Selain itu, film menjadi media komunikasi yang menyimpan berbagai pesan sosial melalui adegan-adegan dan nilai intrinsiknya.  Sebuah film dapat menyimpan pesan yang berisikan ideologi tertentu, atau hanya merupakan produk untuk mengejar keuntungan komersial semata. Artikel ini hendak melihat kandungan nilai dari film Taare Zamen Paar menggunakan pendekatan psikoanalisis dan semiotika.

Taare Zamen Paar merupakan film Bollywood yang disutradarai oleh Aamir Khan. Taare zamen Paar yang berarti “Seperti Bintang di Bumi”  ini diproduksi pada tahun 2007 dan telah meraih berbagai prestasi setelah perilisannya, yaitu nominasi Film Fare Award, Festival Film tahunan di India pada tahun 2007. Film ini sukses membawa pulang 5 penghargaan di Film Fare Award sebagai film terbaik, sutradara terbaik untuk Aamir Khan, cerita terbaik, lirik terbaik, dan Critic Award terbaik untuk Darshel Safary sebagai pemeran utama.

Film ini menceritakan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun bernama Ishaan Awasthi yang mengidap disleksia atau ketidakmampuan seseorang untuk mengenali huruf-huruf dan angka serta tidak dapat memperkirakan jarak, kecepatan, dan arah. Namun kedua orang tuanya tidak menyadari hal ini. Ishan senang sekali melukis dan hal-hal yang berkaitan dengan visual, seperti menyusun puzzle seni, menggambari dinding kamar, dan sebagainya. Di sekolah, Ishan dicap sebagai murid yang pembangkang karena tidak pernah memperhatikan pelajaran di kelas. Ia tidak bisa membaca dan menulis sehingga selalu mendapat nilai yang buruk. Ishaan memiliki seorang kakak bernama Yohan yang sangat menyayanginya. Berbeda dengan Ishaan, Yohan sangat pintar dan berprestasi. Ishaan dan Yohan pun sering dibanding-bandingkan oleh gurunya karena perbedaan mereka yang sangat jauh.

Suatu hari, Ishaan berkelahi dengan tetangganya karena diejek. Ishaan kemudian dimarahi habis-habisan oleh ayahnya, bahkan hingga mendapatkan tamparan. Orang tua Ishaan akhirnya bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang dianggap bandel. Hal ini diperparah dengan kejadian Ishaan membolos sekolah karena melihat-lihat pemandangan di jalan. Hari selanjutnya, orang tua Ishaan dipanggil ke kelas karena banyaknya pelanggaran yang Ishaan lakukan. Ayahnya sangat marah, dan ibu Ishaan sudah putus asa mendidik anaknya. Akhirnya ayah Ishaan membuat suatu keputusan, Ishaan akan dipindahkan ke sekolah berasrama. Dari sanalah kemudian muncul konflik yang membuat Ishaan mengalami tekanan.

Ishaan sangat sedih karena merasa dibuang dari keluarganya. Ia tidak mau menemui keluarganya ketika dijenguk dan tidak mau berbicara di telepon. Di sekolah barunya, Ishaan menjadi sangat pendiam karena tidak bisa beradaptasi. Sekolah baru Ishaan memiliki peraturan yang ketat dan guru-guru yang tegas. Pada hampir setiap pelajaran, Ishaan ditegur dan dimarahi oleh gurunya. Ishaan mendapat teman baru bernama Rajan, seorang anak yang memiliki cacat pada kakinya namun merupakan anak yang pintar dan baik hati. Rajan selalu membantu Ishaan ketika ia dimarahi oleh gurunya. Tekanan batin yang dialami Ishaan semakin menjadi ketika ia dipaksa harus bisa mengikuti pelajaran. Ishaan yang tidak bisa mengenali huruf menjadi trauma ketika melihat tulisan. Hal ini diperparah dengan gurunya yang galak, bahkan tak segan memukul tangan Ishaan ketika ia tidak memperhatikan di kelas. Ishaan menjadi semakin tertekan dan murung setiap hari. Ia menjadi anak yang sangat pendiam dan pemurung.

Suatu hari, datang seorang guru pengganti di sekolah Ishaan. Guru tersebut bernama Ram yang mengajar kelas seni. Tidak seperti guru lainnya, ia memperhatikan potensi anak dan menggunakan metode belajar yang menyenangkan. Ram yang juga menjadi guru di Sekolah Luar Biasa memiliki pandangan bahwa setiap anak itu spesial dan memiliki keistimewaan masing-masing, bahkan anak yang memiliki keterbatasan juga berhak mendapatkan hidup yang baik. Tak jarang ia mendapat cemooh dari guru lainnya bahwa gaya mengajarnya tidak cocok untuk sekolah mereka yang mengajarkan anak agar disiplin dan bekerja keras supaya sukses. Namun Ram tidak mempedulikan cemoohan guru-guru yang lain kepadanya.

Ketika pertama mengajar, Ram mengajak anak-anak menyanyi dan menari Bersama. Ram kemudian menyuruh anak-anak untuk melukis apapun yang mereka inginkan. Namun, ada satu anak yang tidak melukis apapun pada kertasnya, yaitu Ishaan. Ram akhirnya mengamati Ishaan dan menyadari ada yang aneh dengan Ishaan. Ram sangat prihatin dengan kondisi Ishaan. Ram kemudian mengamati Ishaan yang tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ram menyadari, Ishaan memiliki kesulitan mengenali huruf dan angka karena setiap kesalahannya memiliki pola yang sama. Namun sayangnya, tidak ada orang yang mengerti keadaan Ishaan.

Ram kemudian pergi ke rumah orang tua Ishaan untuk menanyakan kondisi Ishaan lebih jauh. Ram juga menyadarkan bahwa selama ini orang tua Ishaan belum memahami kekurangan Ishaan, namun justru menakan Ishaan dan menganggapnya anak yang nakal. Ketika kembali ke sekolah, Ram mengajar di kelas Ishaan dan mengenalkan kepada murid-murid bahwa banyak tokoh besar di dunia ini yang memiliki kekurangan tidak bisa membaca dan menulis, namun mereka menjadi orang yang berhasil. Hal ini menarik perhatian Ishaan. Ia untuk pertama kalinya mau mengikuti pembelajaran. Ketika murid-murid diperintahkan membuat karya apapun dari perlatan sekitar mereka, Ishaan berhasil membuat perahu kecil sederhana yang dapat berjalan sendiri di air. Ram menyadarkan Ishaan bahwa ia juga memiliki kelebihan.

Ram kemudian meminta kepala sekolah yang berniat mengeluarkan Ishaan dari sekolah untuk membatalkan keputusannya. Ia meyakinkan kepala sekolah bahwa ia bisa mengajari Ishaan. Akhirnya kepala sekolah tidak jadi mengeluarkan Ishaan dari sekolah dan memberinya kesempatan. Ram akhirnya mengajari Ishaan membaca dan menulis setiap hari. Ram mengajarkan Ishaan cara mengenali huruf dengan metode yang menarik, seperti menggunakan bermacam warna, dan sebagainya. Lambat laun, Ishaan mulai bisa membedakan huruf dan membaca serta menulis dengan baik.

Suatu ketika, ayah Ishaan datang ke sekolah untuk menemui Ram. Ayah Ishaan disadarkan bahwa selama ini ia salah mendidik anaknya. Ia meskipun menyayangi Ishaan, namun kurang memberi perhatian dan banyak menekan Ishaan dengan kemarahannya. Ketika pulang, ayah Ishaan melihat Ishaan sedang terbata-bata membaca papan pengumuman. Ia pun tidak kuasa menahan air matanya dan tidak jadi menemui anaknya tersebut karena merasa bersalah.

Suatu hari, Ram mengadakan lomba melukis yang diadakan di sekolah. Lomba ini dibuka untuk seluruh siswa dan guru. Bahkan kepala sekolah dan guru-guru yang lain juga diundang untuk mengikuti lomba melukis ini. Awalnya, guru yang lain meremehkan lomba ini. Namun akhirnya mereka malah dengan serius mencoba melukis, yang mana hal tersebut ternyata sulit karena tidak semua orang bisa melukis. Ishaan datang belakangan saat lomba sudah dimulai. Ram yang khawatir Ishaan tidak datang dengan sukacita segera menyambut Ishaan. Ishaan pun mulai melukis. Ketika melukis, ia hanyut dalam imajinasinya sendiri. Ishaan larut pada dunianya yang tidak dapat dipahami orang lain.

Ketika mengumpulkan hasil lukisan, Ram sangat bangga melihat hasil lukisan Ishaan. Ternyata, Ram juga melukis dan ia melukis wajah Ishaan yang sedang tertawa. Ishaan merasa terharu kepada gurunya tersebut. Saat pengumuman pemenang, Ishaan menjadi juara dari lomba gambar tersebut. Dari ratusan orang, Ishaan menjadi pemenang dengan hasil lukisan terbaik. Ishaan yang awalnya menyembunyikan diri kemudian dipanggil ke panggung. Saat menerima hadiah, Ram tak kuasa menahan haru. Rajan, sahabat Ishaan, bertepuk tangan keras-keras karena bangga pada sahabatnya. Ishaan kemudian berlari memeluk Ram dan menumpahkan kebahagiaannya.

Film ditutup dengan gambaran diri Ishaan yang sudah berkembang pesat. Ketika pengumuman raport, orang tua Ishaan diberi tahu bahwa Ishaan mengalami kemajuan yang pesat. Kedua orang tuanya sangat bangga, apalagi hasil lukisan Ishaan dijadikan cover buku gambar tahunan sekolahnya.
Film ini memiliki banyak nilai yang terkandung di dalamnya, terutama nilai keluarga dan Pendidikan dari sudut pandang psikologi anak. Film ini dapat dikaji dengan pendekatan psikoanalisis Sigmun Freud. Teori psikoanalisis adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek internal pada diri manusia. Teori ini mengasumsikan bahwa perkembangan kepribadian terjadi ketika muncul konflik-konflik dari aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini. Dalam teori psikoanalisis, terdapat tiga pembagian diri manusia yaitu sebagai berikut.

1.      Id, yang merupakan wilayah psikis yang berada pada inti kepribadian dan yang sungguh-sungguh tidak sadar. Id merupakan dorongan hawa nafsu yang bersifat impulsif dan pencari kesenangan. Hasrat ini terdapat pada diri manusia yang paling dalam.

2.      Ego, merupakan satu-satunya wilayah jiwa yang berhubungan dengan realitas. Ego  berusaha menjadi substitusi dan menjadi pembuat keputusan (Feist dalam Soraya, 2014). Ego menjadi penentu keputusan yang rasional yang akan diambil.

3.      Superego, yang mengidentifikasi mengenai baik dan buruknya sesuatu. Superego menjadi pembatas indidivu untuk bertindak yang benar sesuai dengan hati nuraninya atas penilaian benar dan salah terhadap sebuah keputusan.

Dalam film Taare Zamen Paar, tiga jenis kepribadian manusia ini direpresentasikan melalui tokoh-tokohnya. Kepribadian pertama yaitu Id, direpresentasikan melalui tokoh Ishaan. Ishaan sebagai seorang anak dengan imajinasi yang luas dan emosi yang masih labil digambarkan sebagai tokoh yang bertindak semau sendiri, tidak menaati aturan, dan bertindak tanpa memikirkan resiko terlebih dahulu. Ishaan mengikuti dorongan id ketika berkelahi dengan tetangganya dan membolos sekolah. Hal ini yang mengantarkan Ishaan pada konflik selanjutnya.

Struktur kepribadian kedua yaitu Ego tergambar dalam diri Ram, guru seni Ishaan di sekolah baru. Ram mampu berpikir rasional mengenai tindakan yang dilakukan. Ia memecahkan konflik-konflik secara objektif, dirinya dapat mengontrol apa yang masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Ram dapat membedakan bagaimana bersikap terhadap Ishaan yang memiliki disleksia dan memikirkan rasionalisasi dari keprihatinannya menjadi sebuah tindakan. Ia juga yang menyadarkan ayah Ishaan bahwa mendidik anak tidak harus dengan cara represif dan menuntut kesempurnaan kepada anak, karena setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing. Karakter Ram juga mampu menumbuhkan kepercayadirian dalam diri Ishaan melalui berbagai caranya. Hal ini menggambarkan struktur ego yang dapat menjembatani Id dengan realitas dunia luar.

Struktur kepribadian selanjutnya yaitu Superego, yang melihat segala hal dari baik dan buruknya. Dalam film ini, karakter ayah Ishaan dapat menjadi penggambaran Superego yang dapat berupa self observation, kritik diri, dan larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Karakter ayah Ishaan bertindak dengan serba teratur dan senang mengatur. Menurutnya hidup itu penuh dengan aturan, manusia harus disiplin demi mendapatkan pencapaian yang maksimal dan kesuksesan. Inilah yang membuat dirinya mendorong Ishaan dan kakaknya agar selalu disiplin dalam setiap hal dan menjadi anak yang berprestasi supaya dapat sukses di masa depan.

Dalam film ini, disajikan karakter Ishaan yang kepribadiannya berkembang melalui berbagai konflik yang dialaminya. Ishaan merasa ditinggalkan oleh orang tuanya ketika berada di sekolah berasrama yang membuatnya mau tak mau harus belajar mandiri. Kepribadian Ishaan selanjutnya menjadi lebih pemurung dan pendiam setelah menerima banyak perlakuan tidak menyenangkan dari gurunya. Ishaan menjadi anak yang banyak melamun dan tidak percaya diri akibat gurunya sering memarahinya. Setelah itu, Ishaan juga mengalami perkembangan kepribadian ketika bertemu Ram. Ia menjadi anak yang kembali percaya diri dan ceria setelah Ram menyadarkannya bahwa Ishaan memiliki kelebihan.

Dari jalan cerita tersebut, dapat dilihat bahwa sejatinya seorang anak akan berkembang sesuai dengan bagaimana lingkungan sosial membentuknya. Ishaan menjadi anak yang nakal dan pembangkang karena ia ingin menyembunyikan kekurangannya dalam belajar dan mengalihkan kepada sesuatu yang lain. Namun, Ishaan mendapat respon yang negatif dan menekannya sehingga Ishaan tidak dapat menemukan jalan keluar untuk dirinya sendiri. Ia dicap sebagai anak nakal dan bandel, bahkan dipindahkan ke sekolah berasrama sehingga membuat kepribadiannya semakin tertekan. Kemarahan orang tua dan guru-gurunya membentuk Ishaan menjadi pribadi yang penakut dan tidak percaya diri, serta menjadi pemurung. Ia bahkan berhenti melukis semenjak masuk ke asrama. Setelah itu, ia bertemu Ram yang dengan sabra membimbingnya dalam belajar. Ram menggunakan metode yang disukai Ishaan melalui gambar visual, seni, dan permainan dalam proses belajar sehingga Ishaan cepat menyerap pelajaran. Lambat laun, karakter Ishaan yang semula pemurung menjadi lebih ceria kembali. Setelah itu, karakter Ishaan dibentuk menjadi lebih percaya diri karena memenangkan kompetisi yang diadakan oleh Ram. Ishaan kembali menjadi dirinya yang dulu yang ceria dan periang.

Selain menggunakan pendekatan psikoanalisis, film ini juga dapat dikaji dengan pendekatan semiotika. Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan kode, tanda untuk memproduksi, menyampaikan dan menginterpretasikan pesan, dan kode untuk mengatur penggunaannya. Semiotika merupakan alat untuk mencari makna dalam pesan. Pada teori semiotik, tanda adalah segala hal yang mewakili sesuatu yang lain. Saussure membuat konsep signifier dan signified, yaitu bentuk sebuah hal dan konten apa yang ia wakili. Dalam semiotika menurut Rholand Barthes juga terdapat konsep konotatif dan denotatif dari sebuah tanda. Denotasi adalah makna sebenarnya yang spesifik dan langsung dari sebuah tanda. Konotasi berarti makna yang terwakili oleh objek, makna di baliknya. Barthes juga menyatakan bahwa konotasi mengandung makna kultural, mitologis, dan ideologis.

Dalam film Taare Zamen Paar, terdapat beberapa adegan sebagai denotasi yang menunjukkan Ishaan sebagai pengidap disleksia yang digambarkan melalui kerumitan membaca dan membedakan huruf. Pada adegan ketika Ishaan berada di kelas, ia diperintah gurunya untuk membacakan teks di buku. Namun Ishaan mengatakan “huruf-huruf menari”, hal tersebut menggambarkan penderita disleksia yang tidak bisa membedakan huruf dan merasa seperti setiap huruf yang dilihat bergerak-gerak sehingga ia tidak dapat membacanya.

Adegan selanjutnya ketika Ishaan diajari menulis oleh ibunya, Ishaan dikoreksi karena terdapat banyak tulisannya yang terbalik. Ia tidak bisa menulis kata “the” dan diganti dengan tulisan “de”, juga terdapat banyak huruf yang tidak tepat penempatannya, padahal ibunya sudah mengajarinya berulang kali. Ishaan hanya terdiam ketika ibunya mengoreksinya dan hanya berkata “No!”. Hal ini menggambarkan Ishaan sebagai penderita disleksia dan tidak bisa mengeja serta mengingat dengan benar.
   


Gambar 1. Adegan Ishaan di kelas                                 


Gambar 2. Adegan ibu mengajari Ishaan menulis

Adegan-adegan di atas menunjukkan Ishaan sebagai anak yang memiliki keterbatasan dalam membaca, menulis, dan mengeja huruf dan angka. Adegan dan dialog di atas dapat menjadi denotasi dalam tingkatan pertama dari sistem tanda yang menunjukkan seorang anak yang mengidap disleksia.
Pada tingkatan konotasi, terdapat beberapa adegan yang menggambarkan sosok dan sifat seorang ayah. Pada film ini, sifat ayah digambarkan tidak memberi perhatian kepada anaknya dan kurang dapat memahami anak. Ayah Ishaan digambarkan sebagai sosok yang pekerja keras dan perfeksionis, juga seorang yang sangat disiplin serta berwatak keras. Salah satu adegan yang menunjukkan sifat ayah yaitu ketika ayah Ishaan memarahi Ishaan ketika Ishaan berkelahi dengan tetangganya dan tertawa ketika dimarahi.


Gambar 3. Adegan ayah mendorong dan memarahi Ishaan karena berkelahi dengan tetangga

Terdapat juga beberapa adegan yang menunjukkan perkembangan karakter Ishaan. Pada adegan awal, Ishaan digambarkan sebagai anak yang ceria dan tidak memikirkan apapun. Kemudian pada pertengahan film ketika Ishaan dipindahkan ke asrama, karakter Ishaan digambarkan dengan memiliki kantung mata dan hanya terdiam selama pelajaran, menunjukkan pribadinya yang berubah menjadi pemurung. Pada akhir film ketika Ishaan sudah kembali menemukan jati dirinya, sosok Ishaan digambarkan dengan memoles rambutnya berbentuk jambul seperti gurunya, sebagai perwujudan percaya diri dan keberaniannya sudah kembali.
   

Gambar 4. Ishaan yang ceria              

          
Gambar 5. Ishaan menjadi pendiam di kelas
  

Gambar 6. Ishaan menjadi  pemurung     

             
    Gambar 7. Ishaan memeluk gurunya ketika menang


                                Gambar 7. Ishaan kembali menjadi percaya diri, memakai model rambut jambul di kepala

Selain itu, terdapat makna pembagian peran antara suami dan istri dalam rumah tangga. Dalam film ditunjukkan ibu Ishaan setiap pagi mengurusi persiapan suami dan anak-anaknya sebelum beraktivitas. Mulai dari memasak, memakaikan baju, dan sebagainya. Sementara ayah Ishaan bekerja, ibu Ishaan mengurusi urusan domestik. Tak hanya itu, ada pula adegan yang menunjukkan ibu Ishaan mengajari Ishaan belajar. Hal ini menunjukkan aspek mitos yang terkandung dalam film Taare Zamen Paar bahwa terdapat pembagian peran yang terjadi pada masyarakat mayoritas di Asia, yaitu istri sebagai pemegang sektor domestik, sementara suami memikul beban mencari nafkah yang dicerminkan dari adegan-adegannya.
   

Gambar 8. Ibu memasak setiap pagi dan menyiapkan kebutuhan sekolah anak-anak           


Gambar 9. Ibu mengatakan sudah berhenti mengejar karir demi mendidik anaknya

Dalam film ini juga terdapat ideologi pendidikan yang dianut oleh sekolah-sekolah negeri yaitu mengedepankan materiil dan keberhasilan secara kognitif. Padahal, Pendidikan tak hanya dinilai dengan angka, namun juga ada potensi lain dalam diri anak yang berbeda-beda dan tidak dapat diukur hanya dengan angka. Hal ini digambarkan dalam adegan-adegan ketika guru Ishaan mengumumkan nilai di depan kelas dan menunjukkan raut wajah kesal dengan nilai Ishaan yang rendah. Selain itu juga terdapat adegan ketika guru di sekolah asrama mengatakan bahwa kunci yaitu kerja keras dan disiplin agar anak bisa menjadi sukses di masa depan. Mereka mengatakan tiga pilar kesuksesan anak yaitu teratur, kerja keras, dan disiplin sehingga cara mengajar Ram yang inovatif tidak dibutuhkan. Berbeda pandangan dengan itu, Ram memiliki pemikiran bahwa setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing. Setiap anak adalah spesial dengan keistimewaan yang dimilikinya. Orang tua seharusnya tidak memaksakan kehendaknya kepada anak dan menuntut agar anak selalu berhasil, karena anak juga memiliki impian, potensi, dan keistimewaan masing-masing. Terdapat dua ideologi yang saling berlawanan antara ideologi pendidikan formal dan pendidikan inklusif yang menekankan bahwa setiap anak berhak mendapat pendidikan tanpa dibeda-bedakan, karena setiap anak memiliki keistimewaan. Hal ini digambarkan melalui berbagai adegan dan dialog dalam film.
   

Gambar 10. Ibu guru menunjukkan raut prihatin karena nilai Ishaan rendah                       


Gambar 11. Guru mengatakan pendidikan adalah agar anak bisa bersaing dan berhasil di masa depan



 Gambar 12. Pandangan Ram bahwa setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing


Film Taare Zamen Paar memiliki banyak sekali nilai intrinsik yang dapat dikaji dengan perspektif psikoanalisis dan dibedah melalui semiotika. Beberapa nilai yang telah dipaparkan di atas merupakan hasil analisis penulis terkait film Taare Zamen Par menggunakan kedua perspektif tersebut. Film ini memiliki representasi struktur kepribadian secara psikoanalisis, yaitu Id, Ego, dan Superego yang direpresentasikan dalam karakternya. Terdapat pola pengembangan kepribadian anak yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang membentuknya.

Dari segi semiotika, terdapat makna denotatif dari seorang anak pengidap disleksia melalui adegan dan dialog. Terdapat pula makna konotatif dari sikap seorang ayah yang kurang perhatian dan kurang memahami anaknya, tercermin dari penggambaran sifat ayah yang keras dan disiplin serta adegan ayah memukul anaknya. Kemudian terdapat penggambaran pengembangan kepribadian tokoh utama melalui symbol, serta dua ideologi dalam film tentang peran pembagian rumah tangga dan pertentangan ideologi pendidikan. Semua hal ini terangkum dalam berbagai adegan dan dialog dari keseluruhan film Taare Zamen Paar.


DAFTAR PUSTAKA

Hafied, Abdillah. 2013. “Analisis Semiotika Film Taare Zamen Par”. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahmawati, 2013. “Tinjauan Psikoanalisis dalam Film Taare Zameen Par “Every Child is Special” https://iarahmawati.blogspot.com/2013/05/tinjauan-psikoanalisis-dalam-film-taare_29.html diakses pada 22 Oktober 2019

Smith, Ken. et.al. (eds). 2005.  Handbook of Visual Communication Theory, Methods and Media. London : Lawrence Erlbaum Associates Publisher
                         
Soraya, Friska Brilinani. 2014. “Kajian Psikoanalisis Tokoh dalam Teks Film À La Folie... Pas Du Tout Karya Laetitia Colombani”. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta
Taqiyya, Hani. 2011. “Analisis Semiotik terhadap Film In The Name of God”. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Komentar

Postingan Populer