ANALISIS FILM TAARE ZAMEN PAAR DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DAN SEMIOTIKA
Nama:
Nisa Fauztina
NIM:
FiC018060
Mata
Kuliah: Filmologi
Film
merupakan produk komunikasi yang berkembang pesat sebagai jawaban dari
kebutuhan manusia akan hiburan. Selain itu, film menjadi media komunikasi yang
menyimpan berbagai pesan sosial melalui adegan-adegan dan nilai
intrinsiknya. Sebuah film dapat
menyimpan pesan yang berisikan ideologi tertentu, atau hanya merupakan produk
untuk mengejar keuntungan komersial semata. Artikel ini hendak melihat
kandungan nilai dari film Taare Zamen Paar menggunakan pendekatan psikoanalisis
dan semiotika.
Taare
Zamen Paar merupakan film Bollywood yang disutradarai oleh Aamir Khan. Taare
zamen Paar yang berarti “Seperti Bintang di Bumi” ini diproduksi pada tahun 2007 dan telah
meraih berbagai prestasi setelah perilisannya, yaitu nominasi Film Fare Award, Festival
Film tahunan di India pada tahun 2007. Film ini sukses membawa pulang 5
penghargaan di Film Fare Award sebagai film terbaik, sutradara terbaik untuk
Aamir Khan, cerita terbaik, lirik terbaik, dan Critic Award terbaik untuk
Darshel Safary sebagai pemeran utama.
Film
ini menceritakan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun bernama Ishaan Awasthi
yang mengidap disleksia atau ketidakmampuan seseorang untuk mengenali
huruf-huruf dan angka serta tidak dapat memperkirakan jarak, kecepatan, dan
arah. Namun kedua orang tuanya tidak menyadari hal ini. Ishan senang sekali
melukis dan hal-hal yang berkaitan dengan visual, seperti menyusun puzzle seni,
menggambari dinding kamar, dan sebagainya. Di sekolah, Ishan dicap sebagai
murid yang pembangkang karena tidak pernah memperhatikan pelajaran di kelas. Ia
tidak bisa membaca dan menulis sehingga selalu mendapat nilai yang buruk. Ishaan
memiliki seorang kakak bernama Yohan yang sangat menyayanginya. Berbeda dengan
Ishaan, Yohan sangat pintar dan berprestasi. Ishaan dan Yohan pun sering
dibanding-bandingkan oleh gurunya karena perbedaan mereka yang sangat jauh.
Suatu
hari, Ishaan berkelahi dengan tetangganya karena diejek. Ishaan kemudian
dimarahi habis-habisan oleh ayahnya, bahkan hingga mendapatkan tamparan. Orang
tua Ishaan akhirnya bingung harus bagaimana mendidik anaknya yang dianggap
bandel. Hal ini diperparah dengan kejadian Ishaan membolos sekolah karena
melihat-lihat pemandangan di jalan. Hari selanjutnya, orang tua Ishaan
dipanggil ke kelas karena banyaknya pelanggaran yang Ishaan lakukan. Ayahnya
sangat marah, dan ibu Ishaan sudah putus asa mendidik anaknya. Akhirnya ayah
Ishaan membuat suatu keputusan, Ishaan akan dipindahkan ke sekolah berasrama.
Dari sanalah kemudian muncul konflik yang membuat Ishaan mengalami tekanan.
Ishaan
sangat sedih karena merasa dibuang dari keluarganya. Ia tidak mau menemui
keluarganya ketika dijenguk dan tidak mau berbicara di telepon. Di sekolah
barunya, Ishaan menjadi sangat pendiam karena tidak bisa beradaptasi. Sekolah
baru Ishaan memiliki peraturan yang ketat dan guru-guru yang tegas. Pada hampir
setiap pelajaran, Ishaan ditegur dan dimarahi oleh gurunya. Ishaan mendapat
teman baru bernama Rajan, seorang anak yang memiliki cacat pada kakinya namun
merupakan anak yang pintar dan baik hati. Rajan selalu membantu Ishaan ketika
ia dimarahi oleh gurunya. Tekanan batin yang dialami Ishaan semakin menjadi
ketika ia dipaksa harus bisa mengikuti pelajaran. Ishaan yang tidak bisa
mengenali huruf menjadi trauma ketika melihat tulisan. Hal ini diperparah
dengan gurunya yang galak, bahkan tak segan memukul tangan Ishaan ketika ia
tidak memperhatikan di kelas. Ishaan menjadi semakin tertekan dan murung setiap
hari. Ia menjadi anak yang sangat pendiam dan pemurung.
Suatu
hari, datang seorang guru pengganti di sekolah Ishaan. Guru tersebut bernama
Ram yang mengajar kelas seni. Tidak seperti guru lainnya, ia memperhatikan
potensi anak dan menggunakan metode belajar yang menyenangkan. Ram yang juga
menjadi guru di Sekolah Luar Biasa memiliki pandangan bahwa setiap anak itu
spesial dan memiliki keistimewaan masing-masing, bahkan anak yang memiliki
keterbatasan juga berhak mendapatkan hidup yang baik. Tak jarang ia mendapat
cemooh dari guru lainnya bahwa gaya mengajarnya tidak cocok untuk sekolah
mereka yang mengajarkan anak agar disiplin dan bekerja keras supaya sukses.
Namun Ram tidak mempedulikan cemoohan guru-guru yang lain kepadanya.
Ketika
pertama mengajar, Ram mengajak anak-anak menyanyi dan menari Bersama. Ram
kemudian menyuruh anak-anak untuk melukis apapun yang mereka inginkan. Namun,
ada satu anak yang tidak melukis apapun pada kertasnya, yaitu Ishaan. Ram akhirnya
mengamati Ishaan dan menyadari ada yang aneh dengan Ishaan. Ram sangat prihatin
dengan kondisi Ishaan. Ram kemudian mengamati Ishaan yang tidak bisa mengikuti
pelajaran dengan baik. Ram menyadari, Ishaan memiliki kesulitan mengenali huruf
dan angka karena setiap kesalahannya memiliki pola yang sama. Namun sayangnya,
tidak ada orang yang mengerti keadaan Ishaan.
Ram
kemudian pergi ke rumah orang tua Ishaan untuk menanyakan kondisi Ishaan lebih
jauh. Ram juga menyadarkan bahwa selama ini orang tua Ishaan belum memahami
kekurangan Ishaan, namun justru menakan Ishaan dan menganggapnya anak yang
nakal. Ketika kembali ke sekolah, Ram mengajar di kelas Ishaan dan mengenalkan
kepada murid-murid bahwa banyak tokoh besar di dunia ini yang memiliki kekurangan
tidak bisa membaca dan menulis, namun mereka menjadi orang yang berhasil. Hal
ini menarik perhatian Ishaan. Ia untuk pertama kalinya mau mengikuti
pembelajaran. Ketika murid-murid diperintahkan membuat karya apapun dari
perlatan sekitar mereka, Ishaan berhasil membuat perahu kecil sederhana yang
dapat berjalan sendiri di air. Ram menyadarkan Ishaan bahwa ia juga memiliki
kelebihan.
Ram
kemudian meminta kepala sekolah yang berniat mengeluarkan Ishaan dari sekolah
untuk membatalkan keputusannya. Ia meyakinkan kepala sekolah bahwa ia bisa
mengajari Ishaan. Akhirnya kepala sekolah tidak jadi mengeluarkan Ishaan dari
sekolah dan memberinya kesempatan. Ram akhirnya mengajari Ishaan membaca dan
menulis setiap hari. Ram mengajarkan Ishaan cara mengenali huruf dengan metode
yang menarik, seperti menggunakan bermacam warna, dan sebagainya. Lambat laun,
Ishaan mulai bisa membedakan huruf dan membaca serta menulis dengan baik.
Suatu
ketika, ayah Ishaan datang ke sekolah untuk menemui Ram. Ayah Ishaan disadarkan
bahwa selama ini ia salah mendidik anaknya. Ia meskipun menyayangi Ishaan,
namun kurang memberi perhatian dan banyak menekan Ishaan dengan kemarahannya.
Ketika pulang, ayah Ishaan melihat Ishaan sedang terbata-bata membaca papan
pengumuman. Ia pun tidak kuasa menahan air matanya dan tidak jadi menemui
anaknya tersebut karena merasa bersalah.
Suatu
hari, Ram mengadakan lomba melukis yang diadakan di sekolah. Lomba ini dibuka
untuk seluruh siswa dan guru. Bahkan kepala sekolah dan guru-guru yang lain
juga diundang untuk mengikuti lomba melukis ini. Awalnya, guru yang lain
meremehkan lomba ini. Namun akhirnya mereka malah dengan serius mencoba
melukis, yang mana hal tersebut ternyata sulit karena tidak semua orang bisa
melukis. Ishaan datang belakangan saat lomba sudah dimulai. Ram yang khawatir
Ishaan tidak datang dengan sukacita segera menyambut Ishaan. Ishaan pun mulai
melukis. Ketika melukis, ia hanyut dalam imajinasinya sendiri. Ishaan larut
pada dunianya yang tidak dapat dipahami orang lain.
Ketika
mengumpulkan hasil lukisan, Ram sangat bangga melihat hasil lukisan Ishaan.
Ternyata, Ram juga melukis dan ia melukis wajah Ishaan yang sedang tertawa.
Ishaan merasa terharu kepada gurunya tersebut. Saat pengumuman pemenang, Ishaan
menjadi juara dari lomba gambar tersebut. Dari ratusan orang, Ishaan menjadi
pemenang dengan hasil lukisan terbaik. Ishaan yang awalnya menyembunyikan diri
kemudian dipanggil ke panggung. Saat menerima hadiah, Ram tak kuasa menahan
haru. Rajan, sahabat Ishaan, bertepuk tangan keras-keras karena bangga pada
sahabatnya. Ishaan kemudian berlari memeluk Ram dan menumpahkan kebahagiaannya.
Film
ditutup dengan gambaran diri Ishaan yang sudah berkembang pesat. Ketika
pengumuman raport, orang tua Ishaan diberi tahu bahwa Ishaan mengalami kemajuan
yang pesat. Kedua orang tuanya sangat bangga, apalagi hasil lukisan Ishaan
dijadikan cover buku gambar tahunan sekolahnya.
Film
ini memiliki banyak nilai yang terkandung di dalamnya, terutama nilai keluarga
dan Pendidikan dari sudut pandang psikologi anak. Film ini dapat dikaji dengan
pendekatan psikoanalisis Sigmun Freud. Teori psikoanalisis adalah teori yang
berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur yang
diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek internal pada diri
manusia. Teori ini mengasumsikan bahwa perkembangan kepribadian terjadi ketika muncul
konflik-konflik dari aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada
anak-anak atau usia dini. Dalam teori psikoanalisis, terdapat tiga pembagian
diri manusia yaitu sebagai berikut.
1. Id,
yang merupakan wilayah psikis yang berada pada inti kepribadian dan yang sungguh-sungguh
tidak sadar. Id merupakan dorongan hawa nafsu yang bersifat impulsif dan
pencari kesenangan. Hasrat ini terdapat pada diri manusia yang paling dalam.
2. Ego,
merupakan satu-satunya wilayah jiwa yang berhubungan dengan realitas. Ego berusaha menjadi substitusi dan menjadi
pembuat keputusan (Feist dalam Soraya, 2014). Ego menjadi penentu keputusan
yang rasional yang akan diambil.
3. Superego,
yang mengidentifikasi mengenai baik dan buruknya sesuatu. Superego menjadi
pembatas indidivu untuk bertindak yang benar sesuai dengan hati nuraninya atas
penilaian benar dan salah terhadap sebuah keputusan.
Dalam
film Taare Zamen Paar, tiga jenis kepribadian manusia ini direpresentasikan
melalui tokoh-tokohnya. Kepribadian pertama yaitu Id, direpresentasikan melalui
tokoh Ishaan. Ishaan sebagai seorang anak dengan imajinasi yang luas dan emosi
yang masih labil digambarkan sebagai tokoh yang bertindak semau sendiri, tidak
menaati aturan, dan bertindak tanpa memikirkan resiko terlebih dahulu. Ishaan
mengikuti dorongan id ketika berkelahi dengan tetangganya dan membolos sekolah.
Hal ini yang mengantarkan Ishaan pada konflik selanjutnya.
Struktur
kepribadian kedua yaitu Ego tergambar dalam diri Ram, guru seni Ishaan di
sekolah baru. Ram mampu berpikir rasional mengenai tindakan yang dilakukan. Ia
memecahkan konflik-konflik secara objektif, dirinya dapat mengontrol apa yang
masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Ram dapat membedakan
bagaimana bersikap terhadap Ishaan yang memiliki disleksia dan memikirkan
rasionalisasi dari keprihatinannya menjadi sebuah tindakan. Ia juga yang
menyadarkan ayah Ishaan bahwa mendidik anak tidak harus dengan cara represif
dan menuntut kesempurnaan kepada anak, karena setiap anak memiliki keistimewaan
masing-masing. Karakter Ram juga mampu menumbuhkan kepercayadirian dalam diri
Ishaan melalui berbagai caranya. Hal ini menggambarkan struktur ego yang dapat
menjembatani Id dengan realitas dunia luar.
Struktur
kepribadian selanjutnya yaitu Superego, yang melihat segala hal dari baik dan
buruknya. Dalam film ini, karakter ayah Ishaan dapat menjadi penggambaran
Superego yang dapat berupa self observation, kritik diri, dan larangan
dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Karakter ayah Ishaan bertindak dengan
serba teratur dan senang mengatur. Menurutnya hidup itu penuh dengan aturan,
manusia harus disiplin demi mendapatkan pencapaian yang maksimal dan
kesuksesan. Inilah yang membuat dirinya mendorong Ishaan dan kakaknya agar
selalu disiplin dalam setiap hal dan menjadi anak yang berprestasi supaya dapat
sukses di masa depan.
Dalam
film ini, disajikan karakter Ishaan yang kepribadiannya berkembang melalui
berbagai konflik yang dialaminya. Ishaan merasa ditinggalkan oleh orang tuanya
ketika berada di sekolah berasrama yang membuatnya mau tak mau harus belajar
mandiri. Kepribadian Ishaan selanjutnya menjadi lebih pemurung dan pendiam
setelah menerima banyak perlakuan tidak menyenangkan dari gurunya. Ishaan
menjadi anak yang banyak melamun dan tidak percaya diri akibat gurunya sering
memarahinya. Setelah itu, Ishaan juga mengalami perkembangan kepribadian ketika
bertemu Ram. Ia menjadi anak yang kembali percaya diri dan ceria setelah Ram
menyadarkannya bahwa Ishaan memiliki kelebihan.
Dari
jalan cerita tersebut, dapat dilihat bahwa sejatinya seorang anak akan
berkembang sesuai dengan bagaimana lingkungan sosial membentuknya. Ishaan
menjadi anak yang nakal dan pembangkang karena ia ingin menyembunyikan
kekurangannya dalam belajar dan mengalihkan kepada sesuatu yang lain. Namun,
Ishaan mendapat respon yang negatif dan menekannya sehingga Ishaan tidak dapat
menemukan jalan keluar untuk dirinya sendiri. Ia dicap sebagai anak nakal dan bandel,
bahkan dipindahkan ke sekolah berasrama sehingga membuat kepribadiannya semakin
tertekan. Kemarahan orang tua dan guru-gurunya membentuk Ishaan menjadi pribadi
yang penakut dan tidak percaya diri, serta menjadi pemurung. Ia bahkan berhenti
melukis semenjak masuk ke asrama. Setelah itu, ia bertemu Ram yang dengan sabra
membimbingnya dalam belajar. Ram menggunakan metode yang disukai Ishaan melalui
gambar visual, seni, dan permainan dalam proses belajar sehingga Ishaan cepat
menyerap pelajaran. Lambat laun, karakter Ishaan yang semula pemurung menjadi
lebih ceria kembali. Setelah itu, karakter Ishaan dibentuk menjadi lebih
percaya diri karena memenangkan kompetisi yang diadakan oleh Ram. Ishaan
kembali menjadi dirinya yang dulu yang ceria dan periang.
Selain
menggunakan pendekatan psikoanalisis, film ini juga dapat dikaji dengan
pendekatan semiotika. Semiotika adalah
ilmu tentang tanda dan kode, tanda untuk memproduksi, menyampaikan dan menginterpretasikan
pesan, dan kode untuk mengatur penggunaannya. Semiotika merupakan alat untuk mencari
makna dalam pesan. Pada teori semiotik, tanda adalah segala hal yang mewakili
sesuatu yang lain. Saussure membuat konsep signifier dan signified, yaitu
bentuk sebuah hal dan konten apa yang ia wakili. Dalam semiotika menurut
Rholand Barthes juga terdapat konsep konotatif dan denotatif dari sebuah tanda.
Denotasi adalah makna sebenarnya yang spesifik dan langsung dari sebuah tanda.
Konotasi berarti makna yang terwakili oleh objek, makna di baliknya. Barthes
juga menyatakan bahwa konotasi mengandung makna kultural, mitologis, dan
ideologis.
Dalam film Taare Zamen Paar, terdapat beberapa adegan sebagai
denotasi yang menunjukkan Ishaan sebagai pengidap disleksia yang digambarkan
melalui kerumitan membaca dan membedakan huruf. Pada adegan ketika Ishaan
berada di kelas, ia diperintah gurunya untuk membacakan teks di buku. Namun
Ishaan mengatakan “huruf-huruf menari”, hal tersebut menggambarkan penderita
disleksia yang tidak bisa membedakan huruf dan merasa seperti setiap huruf yang
dilihat bergerak-gerak sehingga ia tidak dapat membacanya.
Adegan selanjutnya ketika Ishaan diajari menulis oleh
ibunya, Ishaan dikoreksi karena terdapat banyak tulisannya yang terbalik. Ia
tidak bisa menulis kata “the” dan diganti dengan tulisan “de”, juga terdapat
banyak huruf yang tidak tepat penempatannya, padahal ibunya sudah mengajarinya
berulang kali. Ishaan hanya terdiam ketika ibunya mengoreksinya dan hanya
berkata “No!”. Hal ini menggambarkan Ishaan sebagai penderita disleksia dan
tidak bisa mengeja serta mengingat dengan benar.
Gambar
1. Adegan Ishaan di kelas
Gambar
2. Adegan ibu mengajari Ishaan menulis
Adegan-adegan
di atas menunjukkan Ishaan sebagai anak yang memiliki keterbatasan dalam
membaca, menulis, dan mengeja huruf dan angka. Adegan dan dialog di atas dapat
menjadi denotasi dalam tingkatan pertama dari sistem tanda yang menunjukkan
seorang anak yang mengidap disleksia.
Pada
tingkatan konotasi, terdapat beberapa adegan yang menggambarkan sosok dan sifat
seorang ayah. Pada film ini, sifat ayah digambarkan tidak memberi perhatian
kepada anaknya dan kurang dapat memahami anak. Ayah Ishaan digambarkan sebagai
sosok yang pekerja keras dan perfeksionis, juga seorang yang sangat disiplin
serta berwatak keras. Salah satu adegan yang menunjukkan sifat ayah yaitu
ketika ayah Ishaan memarahi Ishaan ketika Ishaan berkelahi dengan tetangganya
dan tertawa ketika dimarahi.
Gambar
3. Adegan ayah mendorong dan memarahi Ishaan karena berkelahi dengan tetangga
Terdapat
juga beberapa adegan yang menunjukkan perkembangan karakter Ishaan. Pada adegan
awal, Ishaan digambarkan sebagai anak yang ceria dan tidak memikirkan apapun.
Kemudian pada pertengahan film ketika Ishaan dipindahkan ke asrama, karakter
Ishaan digambarkan dengan memiliki kantung mata dan hanya terdiam selama
pelajaran, menunjukkan pribadinya yang berubah menjadi pemurung. Pada akhir
film ketika Ishaan sudah kembali menemukan jati dirinya, sosok Ishaan
digambarkan dengan memoles rambutnya berbentuk jambul seperti gurunya, sebagai
perwujudan percaya diri dan keberaniannya sudah kembali.
Gambar
4. Ishaan yang ceria
Gambar
5. Ishaan menjadi pendiam di kelas
Gambar
6. Ishaan menjadi pemurung
Gambar
7. Ishaan memeluk gurunya ketika menang
Gambar 7. Ishaan
kembali menjadi percaya diri, memakai model rambut jambul di kepala
Selain
itu, terdapat makna pembagian peran antara suami dan istri dalam rumah tangga.
Dalam film ditunjukkan ibu Ishaan setiap pagi mengurusi persiapan suami dan
anak-anaknya sebelum beraktivitas. Mulai dari memasak, memakaikan baju, dan
sebagainya. Sementara ayah Ishaan bekerja, ibu Ishaan mengurusi urusan
domestik. Tak hanya itu, ada pula adegan yang menunjukkan ibu Ishaan mengajari
Ishaan belajar. Hal ini menunjukkan aspek mitos yang terkandung dalam film
Taare Zamen Paar bahwa terdapat pembagian peran yang terjadi pada masyarakat
mayoritas di Asia, yaitu istri sebagai pemegang sektor domestik, sementara
suami memikul beban mencari nafkah yang dicerminkan dari adegan-adegannya.
Gambar 8. Ibu memasak setiap pagi dan
menyiapkan kebutuhan sekolah anak-anak
Gambar 9. Ibu mengatakan sudah berhenti mengejar karir
demi mendidik anaknya
Dalam
film ini juga terdapat ideologi pendidikan yang dianut oleh sekolah-sekolah
negeri yaitu mengedepankan materiil dan keberhasilan secara kognitif. Padahal,
Pendidikan tak hanya dinilai dengan angka, namun juga ada potensi lain dalam
diri anak yang berbeda-beda dan tidak dapat diukur hanya dengan angka. Hal ini
digambarkan dalam adegan-adegan ketika guru Ishaan mengumumkan nilai di depan
kelas dan menunjukkan raut wajah kesal dengan nilai Ishaan yang rendah. Selain
itu juga terdapat adegan ketika guru di sekolah asrama mengatakan bahwa kunci
yaitu kerja keras dan disiplin agar anak bisa menjadi sukses di masa depan.
Mereka mengatakan tiga pilar kesuksesan anak yaitu teratur, kerja keras, dan
disiplin sehingga cara mengajar Ram yang inovatif tidak dibutuhkan. Berbeda
pandangan dengan itu, Ram memiliki pemikiran bahwa setiap anak memiliki
keistimewaan masing-masing. Setiap anak adalah spesial dengan keistimewaan yang
dimilikinya. Orang tua seharusnya tidak memaksakan kehendaknya kepada anak dan
menuntut agar anak selalu berhasil, karena anak juga memiliki impian, potensi,
dan keistimewaan masing-masing. Terdapat dua ideologi yang saling berlawanan
antara ideologi pendidikan formal dan pendidikan inklusif yang menekankan bahwa
setiap anak berhak mendapat pendidikan tanpa dibeda-bedakan, karena setiap anak
memiliki keistimewaan. Hal ini digambarkan melalui berbagai adegan dan dialog
dalam film.
Gambar 10. Ibu
guru menunjukkan raut prihatin karena nilai Ishaan rendah
Gambar 11.
Guru mengatakan pendidikan adalah agar anak bisa bersaing dan berhasil di masa depan
Gambar
12. Pandangan Ram bahwa setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing
Film
Taare Zamen Paar memiliki banyak sekali nilai intrinsik yang dapat dikaji
dengan perspektif psikoanalisis dan dibedah melalui semiotika. Beberapa nilai
yang telah dipaparkan di atas merupakan hasil analisis penulis terkait film
Taare Zamen Par menggunakan kedua perspektif tersebut. Film ini memiliki
representasi struktur kepribadian secara psikoanalisis, yaitu Id, Ego, dan
Superego yang direpresentasikan dalam karakternya. Terdapat pola pengembangan
kepribadian anak yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang membentuknya.
Dari
segi semiotika, terdapat makna denotatif dari seorang anak pengidap disleksia
melalui adegan dan dialog. Terdapat pula makna konotatif dari sikap seorang
ayah yang kurang perhatian dan kurang memahami anaknya, tercermin dari
penggambaran sifat ayah yang keras dan disiplin serta adegan ayah memukul
anaknya. Kemudian terdapat penggambaran pengembangan kepribadian tokoh utama
melalui symbol, serta dua ideologi dalam film tentang peran pembagian rumah
tangga dan pertentangan ideologi pendidikan. Semua hal ini terangkum dalam
berbagai adegan dan dialog dari keseluruhan film Taare Zamen Paar.
DAFTAR
PUSTAKA
Hafied, Abdillah. 2013. “Analisis
Semiotika Film Taare Zamen Par”. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Rahmawati, 2013. “Tinjauan Psikoanalisis dalam Film
Taare Zameen Par “Every Child is Special” https://iarahmawati.blogspot.com/2013/05/tinjauan-psikoanalisis-dalam-film-taare_29.html diakses pada 22 Oktober 2019
Smith, Ken. et.al. (eds). 2005. Handbook
of Visual Communication Theory, Methods and Media. London : Lawrence
Erlbaum Associates Publisher
Soraya, Friska Brilinani. 2014. “Kajian
Psikoanalisis Tokoh dalam Teks Film À La Folie... Pas Du Tout Karya Laetitia
Colombani”. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta
Taqiyya, Hani. 2011. “Analisis Semiotik
terhadap Film In The Name of God”. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Komentar
Posting Komentar